Perang Dunia Ketiga di Internet

  Bisa jadi tak semua orang merasakannya. Namun sesuatu telah bergejolak di dunia maya dalam beberapa tahun ini. Raksasa-raksasa internet memulai aksi protes secara serentak. Hal tersebut mereka lakukan demi menentang rencana pembuatan undang-undang anti pembajakan yang digelontorkan Pemerintah Amerika Serikat.
Dari Wikipedia, Google, Facebook, Yahoo!, Twitter, hingga Mozilla secara simultan melakukan aksi protesnya dengan cara masing-masing. Seluruhnya ditujukan untuk rancangan undang-undang (RUU) Penghentian Pembajakan Online (Stop Online Piracy Act/SOPA) di tingkat Parlemen AS dan RUU Perlindungan Kekayaan Intelektual (Protect Intellectual Property Act/PIPA) di tingkat Senat AS.

Perang dunia ketiga di internet

Kedua RUU tersebut dikhawatirkan dapat merusak internet, yang seharusnya bebas dan terbuka, secara fatal. Utamanya disebabkan karena masing-masing RUU itu akan memberikan wewenang kepada Pemerintah AS untuk melakukan sensor atas isi internet. Hal tersebut telah disampaikan oleh Wikipedia, Google, Yahoo!, dan Twitter melalui surat terbuka di bulan Desember 2011 lalu.

RUU SOPA diajukan melalui Komite Yudisial Parlemen AS yang diketuai oleh Lamar Smith, sementara RUU PIPA diajukan oleh senator Patrick Leahy. Tujuan awalnya adalah untuk memberantas pembajakan musik, film, dan berbagai produk lain di dunia maya. Saat itu, dinyatakan bahwa pembahasan kedua RUU direncanakan akan kembali dimatangkan pada Februari 2012.

Kalangan industri, yang kebanyakan berlokasi di AS, serta merta langsung mendukung penuh. Di antaranya terdapat tiga raksasa dunia gaming, yaitu Nintendo, Sony, dan Microsoft, yang kemudian menarik dukungannya dan berbalik menjadi penentang. Sementara khalayak dunia maya, utamanya yang merasakan terkekangnya kebebasan berekspresi dan hak-hak digitalnya, kukuh menentang.



Perang dunia ketiga di internet

Jika disetujui oleh Parlemen AS dan Senat AS, maka kedua RUU tersebut akan memampukan Pemerintah AS dan kalangan industri yang memiliki hak cipta untuk melakukan permintaan kepada para penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir akses ke sebuah situs dalam blacklist mereka, yaitu situs yang dianggap sebagai penyedia tempat untuk melakukan tindak pelanggaran hak cipta.

Pemerintah AS dan kalangan industri yang memiliki hak cipta juga dapat mengambil tindakan untuk memaksa hingga menggugat secara hukum atas search engine, blog, direktori, pengiklan, penyedia DNS, server, penyedia jasa pembayaran, atau situs umum yang memiliki link atas situs-situs yang termasuk di dalam blacklist mereka.
Kedua RUU tersebut juga berpotensi untuk memberi ancaman yang lebih dari itu, utamanya SOPA, karena definisi situs pelaku pembajakan yang tercantum dianggap terlalu luas. SOPA tak hanya akan mengancam situs-situs underground yang menyediakan musik atau film secara gratis, namun juga situs yang dianggap serta dicurigai ikut mempermudah atau memfasilitasi materi untuk dibajak.
Begitulah. Kebebasan, inovasi, juga peluang ekonomi yang mampu dimungkinkan oleh dunia maya sedang dalam kondisi bahaya. Hal tersebut juga tampaknya diamini oleh Gedung Putih, yang menyuarakan kekhawatirannya akan dampak yang mungkin dapat disebabkan oleh kedua RUU tersebut, sembari menyarankan untuk mencari pendekatan hukum yang lebih tepat sasaran.

Perang dunia ketiga di internet

Namun, apa yang terjadi? Sehari setelah digelarnya aksi protes secara serentak oleh raksasa-raksasa internet tadi, tepatnya Kamis, tanggal 19 Januari 2012, Pemerintah AS menutup situs MegaUpload dan menangkapi para pengelolanya. Situs yang berfungsi sebagai tempat menyimpan dan berbagi dokumen berukuran besar (seperti musik dan film) tersebut dituduh melanggar hak cipta.
Secara serta merta, sekelompok hacktivist (hacker & activist) menyerang beberapa situs resmi milik lembaga Pemerintah AS sebagai aksi balas dendam. Tercatat dari situs resmi FBI, Departemen Kehakiman AS, hingga MPAA (Motion Pictures Association of America) dan RIAA (Recording Industry Association of America) sempat diserang oleh kelompok itu, yang menamai diri sebagai Anonymous.
Di lain pihak, Departemen Kehakiman AS sendiri menegaskan bahwa penutupan MegaUpload tak ada hubungannya sama sekali dengan proses pembahasan RUU SOPA dan PIPA. Namun begitu, tak pelak bahwa penerapan prosedur yang dilakukan lembaga Pemerintahan AS itu terhadap isu-isu terkait kebijakan internet telah menjadi preseden yang menakutkan.
MegaUpload dituduh telah menimbulkan kerugian ekonomi terhadap para pemegang hak cipta sebesar 500 juta dollar AS. Meski perusahaan pengelola situs tersebut berpusat di Hong Kong, MegaUpload memanfaatkan jaringan server yang tersebar di seluruh dunia, termasuk salah satunya di Virginia, AS. Hal itulah yang memberikan wewenang kepada lembaga AS tadi untuk bertindak.

Perang dunia ketiga di internet

Departemen Kehakiman AS menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, dengan empat di antaranya ditangkap di Selandia Baru pada hari Jum’at, tanggal 20 Januari 2012. Selain ditangkap, aset bernilai jutaan dollar AS disita, termasuk uang yang disimpan pada berbagai institusi keuangan. Mereka yang ditangkap di luar AS akan diekstradisi ke negara adikuasa itu untuk selanjutnya diadili.
Khalayak dunia maya pun menjadi paranoid akan hal tersebut. Jika AS mampu dan bisa menangkap seorang warga negara Belanda di Selandia Baru atas klaim dan tuduhan bahwa dia telah melakukan pelanggaran hak cipta, akan ada apa lagi nantinya yang bisa dilakukan oleh negara adikuasa itu setelah dipersenjatai dengan SOPA dan PIPA yang dimajukan menjadi per tanggal 24 Januari 2012?
Jika disetujui, SOPA dan PIPA memang hanya akan berlaku di AS. Namun, seperti yang kita ketahui, terhitung banyak dari situs-situs luar AS, termasuk Indonesia, yang menggunakan jaringan server di AS. Tak pelak, konten dari situs-situs tersebut akan masuk ke dalam wewenang lembaga Pemerintahan AS. Apakah situs-situs itu akan mau mengerti dan serta merta tunduk? No way, jose.
SOPA dan PIPA secara tak langsung juga akan mempengaruhi penggunaan internet di Tanah Air. Bisa dibayangkan kelak, kita yang sehari-harinya selalu mengakses layanan jejaring sosial, search engine, hingga situs umum seperti Facebook, Twitter, Google, Wikipedia, YouTube, dan lain-lain, mendadak kehilangan rata-rata situs tersebut yang akan menjadi target empuk dari SOPA dan PIPA.

Perang dunia ketiga di internet

Dampak secara global yang terlihat saat ini, khalayak dunia maya tak akan lagi bisa melakukan kegiatan mengunduh dan semacamnya karena dianggap ilegal oleh kedua RUU itu. Maukah kita dikekang? Ingatlah, khalayak dunia maya yang disebut-sebut sedari tadi bukan hanya di AS, namun juga dunia, termasuk Indonesia, sebagai peringkat keempat dalam daftar pengguna internet sedunia.
Aksi protes, serangan ke beberapa situs resmi milik lembaga Pemerintah AS, serta suara dari Gedung Putih tampaknya membuahkan hasil. Banyak pendukung kedua RUU tersebut menarik dukungannya. Harry Reid, selaku Ketua Umum Senat AS, memutuskan untuk menunda pengajuan RUU PIPA, yang disusul oleh Smith dengan menarik kembali dan menunda pengajuan RUU SOPA.
Keduanya terjadi di hari yang sama, Jum’at, tanggal 20 Januari 2012. Gembirakah khalayak dunia maya? Tidak, karena masing-masing RUU tersebut hanyalah ditunda pengajuannya. Bisa jadi hal tersebut dilakukan demi menyelamatkan muka partai yang dibela oleh masing-masing pihak. Fyi, Reid mewakili Partai Demokrat, sementara Smith mewakili Partai Republik, yang tak begitu kita, rakyat Indonesia, ketahui, perhatian di AS saat ini lebih banyak difokuskan ke prosesi pemilihan Presiden AS. Tentunya kinerja masing-masing wakil partai, baik yang menduduki kursi parlemen, senat, atau pun presiden, akan sangat diperhatikan oleh rakyat AS demi mencari pengganti yang layak setelah Barrack S Obama turun dari jabatannya sebagai Presiden AS.
Saat itu pula yang patut menjadi momen untuk disoroti khalayak dunia maya. Dalam sejarah Pemerintahan AS, terdapat banyak RUU yang ditunda pada masa pemerintahan sebelumnya malah disetujui dan diloloskan menjadi undang-undang yang resmi oleh pejabat presiden di masa pemerintahan berikutnya. Hal itu memungkinkan juga bagi RUU SOPA dan PIPA untuk diangkat lagi. And yes, we all must kept fighting it to stop those two bills. To protect our rights for the freedom of speech, privacy, and prosperity of our world, Internet.
loading...
loading...

Comments

Popular posts from this blog

Dunia Yang Menakjubkan

Natural Beauty Of Western Sumatera Indonesia

6 Games Terminal Linux-based CLI

OverClock Adalah Cara Efektif Untuk Meningkatkan Kinerja Komputer

Differences in Language Java And C++ Program